UJIAN AKHIR SEMESTER
MATA KULIAH : KIMIA BAHAN ALAM
SKS : 2
DOSEN : Dr. Syamsurizal, M.Si
WAKTU : 22-29 Desember 2012
PETUNJUK : Ujian ini open book. Tapi tidak diizinkan mencontek, bilamana ditemukan, maka anda dinyatakan GAGAL. Jawaban anda diposting di bolg masing-masing.
1. Jelaskan dalam jalur biosintesis triterpenoid, identifikasilah faktor-faktor penting yang sangat menentukan dihasilkannya triterpenoid dalam kuantitas yang banyak.
Jawab :
Triterpenoid dibiosintesis dari 6 unit isopren, dan tersusun atas C30 asiklik yang merupakan prekursor dari squalen. Perbedaan pembentukan cincin (siklisasi) akan memberikan perbedaan tipe dari terpenoid. Lebih dari 4000 terpenoid alami telah diisolasi, dan lebih dari 40 kerangka dasar yang teridentifikasi. Triterpenoid terbagi atas 2 kelompok besar yaitu tetrasiklik dan pentasiklik.
Pada biositesis selanjutnya, dapat terjadi pengurangan jumlah atom C menjadi molekul dengan jumlah atom C kurang dari 30. Sebagai contoh hádala pembentukan senyawa golongan steroid (C27). Banyak senyawa golongan triterpenoid bereaksi dengan gula membentuk glikosida. Triterpenoid bebas merupakan komponen penyusun resin, lateks, dan kutikula dari tanaman.
Sintesa Terpenoid
Secara umum biosintesa terpenoid terjadinya 3 reaksi dasar, yaitu:
1. Pembentukan isoprena aktif berasal dari asam asetat melalui asam mevalonat.
2. Penggabungan kepala dan ekor unit isoprene akan membentuk mono-, seskui-, di-, sester-, dan poli-terpenoid.
3. Penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 atau C-20 menghasilkan triterpenoid dan steroid.
Asam asetat setelah diaktifkan oleh koenzim A melakukan kondensasi jenis Claisen menghasilkan asam asetoasetat. Senyawa yang dihasilkan ini dengan asetil koenzim A melakukan kondensasi jenis aldol menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana ditemukan pada asam mevanolat. Reaksi-reaksi berikutnya ialah fosforilasi, eliminasi asam fosfat dan dekarboksilasi menghasilkan IPP yang selanjutnya berisomerisasi menjadi DMAPP oleh enzim isomerase. IPP sebagai unit isopren aktif bergabung secara kepada ke-ekor dengan DMAPP dan penggabungan ini merupakan langkah pertama dari polimerisasi isopren untuk menghasilkan terpenoid. Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan rangkap IPP terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron diikuti oleh penyingkiran ison pirofosfat. Serangan ini menghasilkan geranil pirofosfat (GPP) yakni senyawa antara bagi semua senyawa monoterpen.
Penggabungan selanjutnya antara satu unit IPP dan GPP, dengan mekanisme yang sama seperti antara IPP dan DMAPP, menghasilkan farnesil pirofosfat (FPP) yang merupakan senyawa antara bagi semua senyawa seskuiterpen. Senyawa-senyawa diterpen diturunkan dari geranil-geranil pirofosfat (GGPP) yang berasal dari kondensasi antara atau satu unit IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama pula.
Bila reaksi organik sebagaimana tercantum dalam Gambar 2 ditelaah lebih mendalam, ternyata bahwa sintesa terpenoid oleh organisme adalah sangat sederhan a sifatnya. Ditinjau dari segi teori reaksi organik sintesa ini hanya menggunakan beberapa jenis reaksi dasar. Reaksi-reaksi selanjutnya dari senyawa antara GPP, FPP dan GGPP untuk menghasilkan senyawa-senyawa terpenoid satu persatu hanya melibatkan beberapa jenis reaksi sekunder pula. Reaksi-reaksi sekunder ini lazimnya ialah hidrolisa, siklisasi, oksidasi, reduksi dan reaksi-reaksi spontan yang dapat berlangsung dengan mudah dalam suasana netral dan pada suhu kamar, seperti isomerisasi, dehidrasi, dekarboksilasi dan sebagainya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya triterpenoid dalam bentuk banyak antara lain adalah:
1. Enzim yang terlibat dalam biosintesis menentukan hasil yang diperoleh
2. Pelarut yang digunakan dalam metode isolasinya
3. Metode yang digunakan untuk mengambil sampel proses biosintesis
4. Keadaan dan suhu/ temperatur
2. Jelaskan dalam penentuan struktur flavonoid, kekhasan signal dan intensitas serapan dengan menggunakan spektrum IR dan NMR. Berikan dengan contoh sekurang-kurangnya dua struktur yang berbeda.
Jawab:
Pada proses isolasi senyawa flavonoid hasil isolasi di Penentuan struktur flavonoid dengan menggunakan spektrum IR dan NMR untuk mengetahui struktur yang ada dalam hasil isolasi tersebut.
1. spektrum IR spektrum infra-merah untuk mengetahui keberadaan beberapa ikatan sederhana dalam senyawa-senyawa organik.
2. Resonansi Magnetik Inti (NMR) spektroskopi adalah alat yang tersedia untuk menentukan struktur senyawa organik.
Berikut contoh penentuan struktur dengan menggunakan spektrum IR dan NMR:
Karakterisasi dan penentuan struktur senyawa hasil Isolasi flavonoid dari Kulit Batang Manggis Hutan (Garcinia bancana Miq.)
Senyawa hasil isolasi berupa kristal putih dengan t.l. 240-242 °C dan []D20 -68° (c 1,0, MeOH). Struktur molekul senyawa hasil isolasi ditetapkan berdasarkan data spektroskopi, yang meliputi UV, IR dan NMR 1-D dan 2-D, serta dengan perbandingan data yang sama dengan yang telah dilaporkan sebelumnya. Spektrum UV (MeOH) menunjukkan serapan maksimum padamaks (log ε) nm: 206 (5,64), 230 (4,97), dan 280 (4,54) yang mengalami pergeseran batokromik dengan penambahan pereaksi geser NaOH dengan maks (log ε) nm 206 (5,64), 243 (5,03), dan 289 (4,64) yang
mengindikasikan adanya kromofor fenolik. Spektrum IR (KBr) menunjukkan adanya pita-pita serapan (maks cm-1) untuk gugus hidroksil (3413), C=C aromatik (1624, 1519 dan 1442) dan C-O eter (1145).
Gambar. Spektrum 1H NMR (-)-epikatekin
Gambar. Spektrum 13C NMR (-)-epikatekin
Data spektrum UV dan IR memperlihatkan ciri khas senyawa golongan flavonoid dengan inti flavan
Pembuktian lebih lanjut untuk struktur senyawa hasil isolasi diperoleh berdasarkan hasil analisa data 1H NMR dan 13C NMR (metanol-d4) ppm pada Tabel 2. Analisis data 1H NMR (Gambar 1) dan 13C
NMR (Gambar 2) dalam metanol-d4 menunjukkan sinyal pada δH 2,74 (H-4a) dan 2,85 (H-4b) masingmasing (1H, dd, J = 4,25 Hz), merupakan sinyal untuk dua proton dari gugus metilen yang terkopling dengan proton pada δH 4,18 (H-3, t) dan juga diduga mengalami kopling geminal. Namun nilai J untuk kopling geminal dari dua proton C-4 dan J untuk proton pada 4,18 (H-3, t) tak dapat dihitung karena nilai pergeseran kimia masing-masing puncak ada yang tidak keluar. Sinyal pada δH 4,82 (1H, s) dan 4,18 (1H,t) merupakan sinyal untuk dua proton metin dari C-2 dan C-3 yang diduga berada pada kedudukan cis aksial-ekuatorial. Sinyal pada δH 5,91 dan 5,94 masingmasing (1H, d, J = 2,45 Hz) merupakan dua proton aromatik yang terkopling meta. Sinyal pada 6,78 (1H, dd, J = 1,8 dan 8,0 Hz), merupakan sinyal dari proton aromatik yang terkopling orto dan meta dengan proton pada 6,75 (1H, d, J = 8,0 Hz) dan δH 6,97 (1H, d, J = 1,8 Hz) dari cincin benzena yang mengalami trisubstitusi. Kelima sinyal proton aromatik ini sangat mencirikan bahwa senyawa isolasi merupakan kelompok flavonoid dengan inti flavan. Spektrum 13C NMR menunjukkan adanya 17 sinyal karbon. Berdasarkan data spektrum DEPT, HMQC, dan HMBC ternyata senyawa hasil isolasi
memiliki 15 buah karbon. Jadi terdapat dua sinyal karbon sebagai pengotor pada spektrum 13C NMR. Dari15 sinyal tersebut 12 diantaranya adalah sinyal untuk karbon aromatik. Sinyal-sinyal ini khas untuk karbon dari senyawa golongan flavonoid tipe flavan. Hal ini juga didukung oleh tidak munculnya sinyal untuk C karbonil. Pada Spektrum DEPT terlihat adanya satu sinyal metilen (CH2) pada pergeseran kimia 29,4 (C-4), tujuh sinyal metin (CH) pada C 67,6 (C-3); 80,0 (C-2); 96,0 (C-6); 96,4 (C-8); 119,5 (C-6’); 116,0 (C-5’); dan 115,4 ppm (C-2’), dan tujuh sinyal C kwartener pada C 100,1
(C-10); 132,4 C-1’); 145,9 (C-4’); 146,1 C-3’); 157,5 (C- 5); 157,8 (C-7); dan 158,1 (C-9) ppm. Dari 15 sinyal ini 12 diantaranya adalah C sp2 untuk sinyal C aromatik dan 3 sinyal adalah C sp3. Hal ini sangat memperkuat usulan senyawa hasil isolasi adalah golongan flavonoid dengan inti flavan.
Identikasi senyawa hasil isolasi Flavonoid Kuersetin dari Tumbuhan Benalu Teh (Scurullaatropurpureea BL. Dans) dengan teknik spektroskopi
Senyawa hasil isolasi (16 mg) berupa serbuk kuning. T.L. 177-179_C memberikan serapan UV _max (log ") pada pita I 348 nm dan pita II 255 nm. Spektrum UV senyawa hasil isolasi (F1) dalam pelarut
metanol menunjukkan serapan maksimal pita I pada panjang gelombang 348 nm yang berasal dari cincin B yang terkonjugasi dengan gugus karbonil menbentuk sistem sinamoil. Pada pita II serapan maksima muncul pada panjang gelombang 255 nm yang berasal dari konjugasi sistem benzoil pada cincin A[4]. Ini termasuk dalam jarak panjang maksimum avonol dengan 3-OH tersubstitusi. Keterangan diatas menunjukkan bahwa senyawa hasil isolasi F1 adalah avonoid kelompok avonol. Penambahan NaOH pada senyawa hasil isolasi menyebabkan terjadinya pergeseran batokromik sebesar 39 nm (pita I) dengan kekuatan serapan yang meningkat yang menunjukkan adanya 4'-OH , serta terbentuknya pita baru pada 338 nm menunjukkan adanya gugus 7-OH. Penambahan pereaksi geser NaOAc menyebabkan pergeseran batokromik 16 nm pada pita II menunjukkan gugus 7-OH. Dan setelah penambahan NaOAc+asam borat menyebabkan pergeseran pada pita 1 kearah batokromik sebesar 20 nm menunjukkan gugus orto-diOH pada cincin B karena pada gugus ini terbentuk kompleks dengan asam borat. Penambahan pereaksi geser AlCl3 digunakan untuk menunjukkan terbentuknya kompleks tak tahan asam dengan gugus orto dihidroksil,terjadi pergeseran
Berdasarkan analisa data spektrum UV diduga senyawa F1 adalah golongan avonoid yang tersubstitusi3,3',4',5 dan 7. Pengukuran serapan senyawa hasil isolasi (F1) dengan spektroskopi IR menunjukkan serapan karakteristik pada bilangan gelombang.
Spektrum IR senyawa hasil isolasi memberikan informasi adanya puncak serapan gugus hidroksil pada bilangan gelombang 3369 cmô€€€1. Gugus hidroksil ini merupakan regang -OH terikat (dapat berikatan hidrogen), OH terikat terlihat pada bilangan gelombang 3450-3200 cmô€€€1 yang membentuk pita lebar dengan intensitas yang kuat. Adanya gugus hidroksil ini juga diperkuat dengan munculnya ulur -C-O- pada berbagai eluen
_max
Pita MeOH NaOH NaOAc NaOAc+ AlCl3 AlCl3
As.Boraks +HCl
I 348 387 352 368 421 399
II 255 338 340 260 340 270
III 204 271 263 203 274 204
daerah 1272-1143 cmô€€€1. Pita serapan pada bilangan gelombang 2956 cm? menunjukkan adanya regang C-H alifatik dan diperkuat dengan munculnya serapan pada 1498-1359 cm? menunjukkan adanya ulur C-H. Adanya regang -C=O karbonil ditunjukkan oleh serapan pada bilangan gelombang 1658 cmô€€€1. Pita serapan pada bilangan gelombang 1606 cmô€€€1 menunjukkan adanya regang -C=C-. Pita serapan pada bilangan gelombang 1574 cm mengindikasikan bahwa senyawa hasil isolasi merupakan senyawa aromatik, diperkuat dengan munculnya serapan pada bilangan gelombang 821 cmô€€€1 mengindikasikan adanya dua H yang bertetangga dalam cincin aromatik.
Tabel 3: Karakteristik gugus-gugus dari spektrum IR
senyawa hasi isolasi F1 (k adalah bilangan gelombang)
k (cmô€€€1) Pita Intensitas Gugus Dugaan
3369 Lebar Kuat Regang O-H
2956 Tajam Sedang Regang C-H alifatik
1658 Tajam Kuat Regang C=O
1606 Tajam Kuat Regang C=C
1574 Tajam Sedang Regang C=C Ar
1498-1359 Tajam Sedang Ulur C-H
1272-1143 Tajam Sedang Ulur C-O
821 Tajam Sedang Ulur C=C-H Ar
Berdasarkan spektrum UV dan IR diduga bahwa senyawa hasil isolasi (F1) merupakan senyawa golongan avonoid yang tersubstitusi oleh gugus alifatik dan gugus karbonil dengan usulan struktur sebagaimana Gambar
gambar. Struktur 3, 3', 4', 5, 7 – pentahidroksi Flavon (quersetin)
3. Dalam isolasi alkaloid, pada tahap awal dibutuhkan kondisi asam atau basa. Jelaskan dasar penggunaan reagen tersebut, dan berikan contohnya sekurang-kurangnya tiga macam alkaloid.
Jawab:
Alkaloid biasanya diisolasi dari tumbuhannya dengan menggunakan metode ekstraksi. Pelarut yang digunakan ketika mengekstraksi campuran senyawanya yaitu molekul air yang diasamkan. Pelarut ini akan mampu melarutkan alkaloid sebagai garamnya.
Selain itu juga dapat membasakan bahan tumbuhan yang mengandung alkaloid dengan menambahkan natrium karbonat. Basa yang terbentuk kemudian dapat diekstraksidengan pelarut organic seperti seperti kloroform atau eter
Untuk alkaloid yang bersifat tidak tahan panas, isolasi dapat dilakukan menggunakan teknik pemekatan dengan membasakan larutannya terlebih dahulu. Dengan menggunakan teknik ini maka alkaloid akan menguap dan selanjutnya dapat dimurnikan dengan metode penyulingan uap.
Pada isolasi alkaloid di butuhkan suasana asam dan basa agar menjaga kondisi pada proses isolasi dapat berjalan dengan maksimal. Asam digunakan untuk menghasilkan alkaloid dalam bentuk garam, sedangkan alkaloid itu cenderung bersifat basa dan mudah menguap.
Beberapa contoh isolasi alkaloid :
1. Isolasi alkaloid dari akar tumbuhan Anamirta cocculus(L.) W. & A. (Tuba biji) dilakukan dengan cara ekstrasi kontinu menggunakan pelarut etanol, dan hasil ekstraksi dipekatkan. Hasil pemekatan diekstraksi dengan heksana. Fasa etanol yang diperoleh diuapkan dan ditambah HCl 2 N selanjutnya di tambah NH4 OH sampai PH = 9 kemudian diekstraksi dengan toluen. Fasa anorganik yang diperoleh dari ekstraksi ini diekstraksi kembali dengan kloroform. Hasil ekstraksi dengan kloroform ditambah HCl 2 N, fasa. anorganik yang diperoleh dibasakan dengan penambahan NH40H kemudian diekstraksi dengan kloroform. Ekstrak kloroform dipekatkan sampai terbentuk krud. Krud yang diperoleh dilakukan kristalisasi dengan menggunakan pelarut aseton-air (3:1) didapatkan kristal alkaloid berupa jarum berwarna putih. Titik leleh kristal 165 - 167 C, sedangkan hasil kromatografi lapis tipis diperoleh senyawa dalam bentuk satu komponen. Dari spektra inframerah dan ultraviolet menunjukkan adanya gugus fungsi 0=0, c-o, N-H, C-H dan serapan pada panjang gelombang maksimum 285 nm dan 305 nm.
2. Isolasi alkaloid dari biji alpukat. Simplisia biji alpukat setelah diekstraksi sinambung dengan pelarut n-heksana dan etanol menggunakan alat Soxhlet, diekstraksi cair-cair berdasarkan perbedaan keasaman dan kebasaan. Isolat dari fraksi dimurnikan dengan kromatografi lapis tipis (KLT) preparatif kemudian direkristalisasi. Kromatogram KLT dua dimensi isolat menunjukkan satu bercak yang bereaksi dengan penampak bercak Dragendorff. Isolat yang merupakan alkaloid ini menunjukkan serapan maksimum pada panjang gelombang 203, 219 dan 225 nm. Spektrum inframerahnya menunjukkan adanya gugus N-H, C-N, CH2 dan CH3 dan memiliki jarak lebur 64,1 – 65,9oC. Rendemen isolasi alkaloid ini sebesar 0,34% dihitung terhadap berat simplisia biji alpukat.
3. Isolasi senyawa dari daun Jambu keling (Eugenia cumini (L) Druce) dilakukan isolasi dengan menggunakanpelarut metanol . Ekstrakhasil maserasi diasankan dengan HCL (pH<2) ditambahkan NH4OH pekat diatur pH 9-13 , terbentuk endapan ,dikeringkan lalu diekstraksi dengan Khloroform ,dipisahkan diambil larutan,dipekatkanhingga diperoleh ekstrak kasar alkaloida , Lalu dianalisis secara khromatografi lapis tipis dan disolasi dengankhromatografi kolom menggunakan fasa diam silika gel 60 G Kemudian dielusi dengan metanol 100 %dandilanjutkan dengan campuran Metanol : Khloroform (`18 :2) – (v/v).
Kristal yang diperoleh berbentuk jarum Warna Kuning Kecoklatan dan direkristalisasi dengan metanol :Khloroform , titik lebur yang diperoleh 293 – 295 oC . Dan kristal yang diperoleh berbentuk jarum warna kuning kecoklatan dan direkristalisasi dengan metanol laludengan khloroform . jumlah kristal yang diperoleh banyaknya 59 mgram dan di identifikasi kristal dilakukandengan menggunakan spektroskopi Inframerah dan Resonansi Magnit Inti Proton (1H –NMR)
4. Jelaskan keterkaitan diantara biosintesis, metode isolasi dan penentuan struktur senyawa bahan alam . Berikan contohnya.
Jawab:
1. Biosintesis adalah suatu proses dimana suatu senyawa dihasilkan dari senyawa-senyawa tertentu yang rumit menjadi senyawa yang signifikan dengan bantuan enzim serta penambahan gugus tertentu.
2. Metode isolasi adalah suatu metode yang digunakn untuk mengisolasi suatu senyawa dari sutu tumbuhan tertentu dengan menggunakan pelarut tertentu dalam prosesnya.
3. Penentuan struktur adalah penentuan struktur dari hasil isolasi yang diperoleh dengan spektrum IR dan NMR.
Jadi biosintesis, metode isolasi serta penentuan struktur itu sangat berkaitan antara satu dan yang lain. Kita lihat dari biosintesis sendiri kita dapat mengetahui bagaimana suatu senyawa dapat dihasilkan, dan selanjtnya metode isolasi kita dapat menggunakan metode isolasi untuk mengambil senyawa yang diinginkan dengan adanya hasil dari metode isolasi terakhir kita menentukan struktur dari hasil isolasi tersebut untuk mengetahui struktur yang terbentuk dari isolasi tersebut.
Contohnya:
Flavon/isoflavon yang terdiri atas struktur dasar C6-C3-C6, secara alami disintesa oleh tumbuh-tumbuhan dan senyawa asam amino aromatik fenil alanin atau tirosin. Biosintesa ini berlangsung secara bertahap dan melalui sederetan senyawa antara, yaitu asam sinnamat, asam kumarat, calkon, dan flavon serta isoflavon.
Berdasarkan biosintesa tersebut maka flavon/isoflavon digolongkan sebagai senyawa metabolit sekunder. Pada umumnya, senyawa metabolit sekunder disintesis oleh mikroba tertentu dan tidak merupakan kebutuhan fisiologis pokok dari mikroba itu sendiri, baik untuk pertumbuhan maupun untuk aktivitas kehidupannya. Meskipun tidak dibutuhkan untuk pertumbuhan, senyawa metabolit sekunder dapat juga berfungsi sebagai nutrien darurat untuk mempertahankan hidup. Senyawa metabolit sekunder biasanya terbentuk setelah fase pertumbuhan logaritmik atau pada fase stationer, sebagai akibat keterbatasan nutrien dalam medium pertumbuhannya. Keterbatasan nutrien dalam medium akan merangsang dihasilkanya enzim-enzim yang berperan untuk pembentukan metabolit sekunder dengan memanfaatkan metabolit primer guna mempertahankan kelangsungan hidup. Isoflavon termasuk dalam golongan flavonoid (1,2-diarilpropan) dan merupakan bagian kelompok yang terbesar dalam golongan tersebut. Senyawa isoflavon dalam tanaman kacang-kacangan atau Legummoceae merupakan salah satu karakteristik/sifat yang dapat digunakan untuk identifikasi/klasifikasi tanaman.
Isolasi flavonoid
Rimpang temu ireng sebanyak 1 g dimasukkan dalam erlenmeyer dan ditambah etanol 25 mL, kemudian dipanaskan sampai mendidih dan dilanjutkan dengan penyaringan. Filtrat yang
diperoleh diuapkan, sampai volume pelarut tinggal setengahnya. Adanya flavonoid diuji dengan Shinoda Tes. Tahap selanjutnya adalah mengangin-anginkan rimpang temu ireng pada suhu kamar sampai kering. Rimpang kering dihaluskan, kemudian dimasukkan ke dalam alat ekstraktor Soxhlet. Ekstraksi dilakukan secara berturutan menggunakan pelarut petroleum eter, kloroform, n-butanol dan metanol masing-masing selama 8 jam. Hasil ekstraksi berupa ekstrak petroleum eter, kloroform, n-butanol dan metanol masing-masing dilakukan uji warna untuk flavonoid. Ekstrak yang positif mengandung flavonoid kernudian ditentukan eluen yang sesuai untuk langkah selanjutnya yaitu kromatografi kolom. Penentuan eluen pada ekstrak petroleum eter (PE) dilakukan dengan menggunakan eluen Pekloroform pada berbagai perbandingan volume. Untuk ekstrak kloroform, eluen yang digunakan
adalah kloroform-etil asetat pada berbagai perbandingan volume. Sedangkan pada ekstrak nbutanol digunakan eluen etil asetat-metanol pada berbagai perbandingan volume. Ekstrak metanol tidak dicari eluen yang sesuai. Persiapan pertama kromatografi kolom adalah memanaskan silika gel pada suhu 1600C selama 3 jam kemudian didinginkan. Setelah dingin, silika dibuat bubur dan dimasukkan dalam kolom, lalu dibiarkan semalam. Ekstrak pekat dilarutkan dalam eluen yang kurang polar dan dimasukkan kolom menggunakan pipet. Sampel dibiarkan turun sampai permukaannya hampir “terbuka”, kemudian ditambah eluen pelan-pelan sampai mendapat eluen yang tidak berwarna pada permukaan penyerap. Langkah selanjutnya ditambah eluen, dengan laju elusi 20 tetes/menit. Setiap 2 mL eluat, ditampung dalam botol sampel. Untuk pembagian fraksi, masing-masing botol dianalisis secara fisika menggunakan sinar UV-VIS pada λ = 254 nm dan λ = 366 nm dan TLC, serta secara kimia menggunakan uji warna. Fraksi tunggal yang mempunyai harga Rf sama dan uji fisika serta kimia sama dikumpulkan, dan pelarutnya diuapkan. Selanjutnya dilakukan identifikasi struktur untuk menggunakan spektrofotometer UV-VIS, IR dan GC-MS.
Identifikasi struktur flavonoid
Identifikasi struktur flavonoid yang terkandung dalam ekstrak PE dilakukan dengan alat
spektrofotometer UV-Vis, IR dan GC-MS. Analisis dengan spektrofotometer UV-VIS berguna dalam menentukan golongan senyawa flavanoid. Analisis penting lainnya adalah menggunakan spektrofotometer IR untuk menentukan gugus fungsional dalam suatu senyawa, dilanjutkan analisis spektra GC-MS untuk menentukan struktur senyawa tersebut. Hasil analisis dengan spektrofotometer UV dan IR menunjukkan bahwa hanya f2 yang merupakan isoflavon. Karena diduga bahwa senyawa aktif dalam rimpang temu ireng adalah isoflavon, maka identifikasi struktur lebih lanjut hanya dilakukan pada fraksi f2
Identifikasi struktur flavonoid fraksi f2
Spektrum UV-VIS fraksi f2 seperti pada Gambar 2 bentuknya sama dengan bentuk spektrum
isoflavon (Markham, 1988). Gambar spektrum UVVis ini memperlihatkan adanya panjang gelombang maksimum pada 207 nm dan bahu pada 250 nm- 300 nm. Adanya satu puncak serapan maksimum dan bahu memberi petunjuk bahwa fraksi f2 mengandung senyawa isoflavon
Gambar 2. Spektrum UV-VIS fraksi f2.
Analisis selanjutnya menggunakan spektrofotometer IR untuk menentukan gugusgugus
fungsional senyawa yang berada pada fraksi f2 ditunjukkan oleh Gambar 3.
Gambar 3. Spektrum infra merah fraksi f2
Berdasarkan Gambar 3 tersebut dapat dilihat adanya pitakuat pada 1714,6 cm-1 yang spesifik
untuk gugus karbonil. Serapan tajam pada 1261,4 cm-1 dan 1217,0 muncul dari vibrasi gugus C-O
yang terkonjugasi. Pita pada 1091,6 dan 1029,9 cm- 1 merupakan serapan dari gugus metoksi. Pita pada 3020,3 cm-1 berasal dari =C-H str dengan didukung oleh pita-pita antara 1600 cm-1 dan 1500 cm-1 menunjukkan keberadaan inti aromatis. Pita kecil lemah yaitu pada 1652,9 cm-1 berasal dari gugus vinyl. Pita-pita pada daerah dibawah 3000 cm-1 dan diperkuat oleh pita-pita disekitar 1450 cm-1 menyatakan adanya alkyl yaitu metilen. Berdasarkan analisis terhadap spektrum pada Gambar 3, dapat disimpulkan bahwa f2 mengandung senyawa aromatis, gugus C=O, C-O, vinyl, -CH2- dan gugus metoksi. Untuk penentuan struktur senyawa pada fraksi f2, maka dilakukan analisis dengan alat kromatografi gas dilanjutkan dengan spektra massa. Analisis flavonoid dengan MS fraksi f2 ini dilakukan terhadap 1 puncak utama dan didapat hasil seperti disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Spektra massa puncak fraksi f2.